Rentan terjadi pada perempuan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi isu penting yang wajib dibahas dan ditangani. Apalagi KDRT tidak memandang usia atau status seseorang.
Belakangan ini, kasus perceraian yang menimpa penyanyi, Nindy Ayunda semakin jadi perbincangan. Pasalnya, Ia mengungkapkan telah mengalami kekerasan rumah tangga selama 9 tahun usia pernikahan.
Menjalani kehidupan rumah tangga bersama Askara Parasady, baru kali ini Nindy berani melaporkan kekejaman sang suami kepada pihak berwajib. Lantas, sebenarnya apa yang menyebabkan hal ini kerap terjadi dalam pernikahan?
Untuk mengetahui lebih lanjut, mom simak fakta dibalik dampak KDRT dan bagaimana cara menghadapinya.
1. Faktor pemicu terjadinya KDRT

Mengarungi bahtera rumah tangga tak selalu berjalan mulus, pasti ada tantangan yang harus dilalui. Setiap perselisihan kecil yang tidak diselesaikan dengan baik, kadang jadi penyebab permasalahan besar. Dan tak jarang berakhir dengan penganiayaan.
Ikhsan Bella Persada M.Psi, Psikolog dari Alohalo.id, mengatakan penyebab KDRT yaitu berasal dari beberapa faktor.
“Bisa karena faktor sosial ekonomi, faktor individu yang tidak bisa kontrol emosi, atau karena faktor pasangan. Ketika faktor tersebut menimbulkan stres, maka bisa memicu adanya kekerasan dalam rumah tangga,” jelas Ikhsan kepada Okemom.
2. Penyebab korban kekerasan rumah tangga bungkam

Biasanya korban KDRT memilih bungkam ternyata bukanlah tanpa sebab. Hal ini pun dialami oleh Nindy yang memutuskan menutupi kejadian yang ia hadapi.
Menurut Ikhsan beberapa korban KDRT memilih bungkam karena didasari oleh kebingungan yang dihadapi korban.
“Meskipun satu sisi mereka (red: korban KDRT) menyadari harus segera lapor, namun di sisi lain mereka kebingungan apa yang mesti dilakukan jika melapor. Si korban juga masih memiliki bayangan rasa takut jika melapor. Rasa takut tersebut membuat mereka urung melaporkan kejadian yang dialami,” tutur Ikhsan.
Hal lain yang membuat korban memutuskan untuk tidak melapor kepada pihak berwajib bisa disebabkan oleh ketergantungan si korban pada pelaku, baik dari segi ekonomi ataupun perasaan.
3. Tindakan pertama setelah mengalami kekerasan

Menutupi kasus karena takut dicap buruk oleh lingkungan atau kesepian bukan cara terbaik menyelesaikan KDRT. Dengan memilih bungkam, pelaku bisa saja mengulangi hal tersebut berulang kali.
Kepada OKEMOM, Ikhsan memberikan saran apa yang harus dilakukan setelah mengalami kekerasan yang dilakukan pasangan atau orang terdekat.
“Sebaiknya ketika mengalami kekerasan carilah teman atau tempat paling dipercaya untuk bercerita atau ke tenaga profesional seperti psikolog karena banyak pula korban yang memendam kekerasan yang mereka alami. Dengan cerita, korban bisa mendapatkan support dan mengetahui langkah apa yang mesti dilakukan.”
Meluapkan emosi dengan bercerita mampu memberikan efek tenang dan lega, selain itu dukungan emosional akan didapat korban dari orang terdekat serta mengetahui langkah yang harus diambil selanjutnya.
4. Dampak psikis yang dialami

Menurut Ikhsan, korban KDRT akan miliki bekas luka yang dalam hingga menimbulkan trauma dan depresi.
“Selain itu, si korban juga bisa jadi memiliki trust issue, sehingga tidak mudah percaya pada orang lain,” lanjutnya.
5. Tanda psikis terganggu akibat perceraian

Perceraian menjadi solusi meski perasaan sayang pada suami tak langsung memudar. Meski terbebas dari hubungan yang toxic, perceraian bisa memberi dampak psikis bagi sebagian orang.
“Tandanya ketika kita sudah tidak fokus dalam menjalani aktivitas sehari-hari, selalu berpikiran negatif mengenai perceraian yang terjadi. Perubahan emosi jadi tidak stabil, mudah naik turun emosinya,” jelas Ikhsan mengenai tanda gangguan kesehatan mental pascaperceraian.
Bahkan tak hanya itu saja, menurut Ikhsan Bella Persada M.Psi, setelah bercerai bisa saja korban memiliki rasa bersalah terus menerus hingga munculnya perilaku merusak diri.
Melalui kasus KDRT Nindy Ayunda dengan suami, mom bisa menarik pelajaran. Dalam hubungan, penting untuk tetap mementingkan keselamatan diri dan tidak takut mengakhiri hubungan yang toxic.